Sabtu, 05 Januari 2013

SEJARAH FARMASI


SEJARAH FARMASI
Obat-obatan dalam bentuk tumbuh-tumbuhan dan mineral, telah ada jauh lebih lama dari manusianya sendiri. Penyakit pada manusia dan nalurinya untuk mempertahankan hidup, setelah bertahun-tahun membawa kepada penemuan-penemuan. Penggunaan obat-obatan walaupun dalam bentuk yang sederhana, tidak diragukan lagi, sudah berlangsung sejak jauh sebelum adanya sejarah yang ditulis, karena naluri orang-orang primitif untuk menghilangkan rasa sakit pada luka dengan merendamkan dalam air dingin atau menempelkan daun segar pada luka tsb atau menutupinya dengan lumpur, hanya berdasarkan pada kepercayaan. Orang-orang primitif belajar dari pengalaman dan mendapatkan cara pengobatan yang satu lebih efektif dari yang lain, dari dasar permulaan ini pekerjaan terapi dengan obat dimulai.
            Diantara banyak suku terdahulu, mempunyai anggapan bahwa penyakit disebabkan oleh masuknya roh jahat ke dalam tubuh. Pengobatan biasanya dengan cara mengusir pengganggu yang masukdari tubuh penderita. Dari sejarah diketahui bahwa cara pengobatan seperti ini memakai matera, penggunaan bunyi-bunyian dan pemberian ramuan tumbuh-tumbuhan.

PERAPOTEKAN YANG PERTAMA

            Sebelum zamannya para pendeta orang yang dianggap bijak dari suatu suku, yang mempunyai ilmu penyembuhan dengan tumbuh-tumbuhan, yang mereka dapatkan dari pengalaman atau diperoleh secara turun-temurun, biasanya dipanggil untuk mengobati orang sakit atau yang luka dan melakukan pengobatannya. Dari penyediaan bahan obat inilah ilmu perapotekan dimulai.
            Ilmu dari perapotekan selalu dihubungkan dengan hal yang gaib, dan para pelakunya dianggap mempunyai hubungan dengan makhluk halus, oleh karena itu mereka dianggap bekerja sebagai perantara antara yang terlihat dan yang tak terlihat. Anggapan bahwa obat mempunyai hubungan gaib, diartikan bahwa bekerjanya suatu obat untuk kebaikan  atau kejahatan, tidak berdasarkan dari sifat alamiahnya saja. Rasa kasihan dari dewa, kehadirannya pada upacara pengobatan, tidak adanya roh jahat dan kesungguhan keinginan mengobati dari sipemberi obat secara perorangan dan kolektif dibutuhkan untuk membuat efektif secara terapetik, karena itulah cara pengobatan di suatu suku adalah sesuatu yang ditakuti, dihormati, dipuja dan dimuliakan, karena melalui cara pengobatan mereka, hubungan spiritual dibuat dan tergantung pada itulah kesembuhan atau kegagalan terjadi.
            Sepanjang sejarah, pengetahuan obat-obatan dan penggunaannya untuk penyakit selalu diartikan sebagai suatu kekuatan. Dalam “Homeric epics” istilah pharmakon (bahasa Yunani) yang merupakan asal kata farmasi berarti suatu guna-guna atau suatu obat yang dapat dipakai untuk maksud baik dan maksud jahat. Banyaknya kegagalan pada cara pengobatan suatu suku jelas disebabkan obat yang tidak kuat, obat yang tdk sesuai, dosis yang terlalu rendah, dosis yang terlalu tinggi dan bahkan karena keracunan. Keberhasilan suatu pengobatan mungkin disebabkan obat yang sesuai berdasarkan pengalaman, terapi yang benar secara kebetulan, efek yang tidak ada akibatnya dari suatu terapi untuk seseorang dengan penyakit yang tidak fatal atau efek plasebo, yaitu berhasilnya pengobatan yang disebabkan oleh pengaruh psikologi dan tidak karena efek terapi. Bahkan sekarangpun terapi dengan plasebo menggunakan bahan kimia yang kuat atau tidak berkhasiat dipakai dan berhasil. Pada pengobatan pasien dan telah rutin dipakai untuk penilaian obat baru secara klinis dimana respons dari suatu kelompok terhadap efek obat yang sebenarnya dibandingkan dan dinilai terhadap efek plasebo.
            Dengan berlalunya waktu ilmu dari perapotekan menjadi satu dengan fungsi dari pendeta dan diantara kehidupan terdahulu ahli ilmu gaib, pendeta atau dokter pendeta menjadi penyembuh lahir dan batin. Pada zaman dahulu pekerjaan kefarmasian dan kedokteran tidak dapat dibedakan karena pekerjaantsb umumnya merupakan fungsi pimpinan agama suatu suku.

OBAT-OBAT ZAMAN DAHULU

            Karena kesabaran dan kepandaian ahli arkeologi, jenis obat-obatan tertentu yang digunakan dalam terapi dengan obat, pada zaman dahulu menjadi tidak begitu sama seperti yang diduga. Banyak tablet kuno, tulisan-tulisan dari batu dengan tulisan yang ditulis 3000 tahun sebelum masehi, telah ditemukan dan diartikan oleh ahli arkeologi dan hal ini menguntungkan bagi ahli sejarah dari kedokteran dan farmasi untuk mengisi dokumen kuno ini  ada hubungannya dengan sejarah turun-temurun yang ada. Mungkin yang terkenal dari catatan-catatan yang ada adalah “Papyrus Ebers”, suatu kertas bertulisan yang panjangnya 60 kaki dan lebarnya 1 kaki, dari abad ke-16 sebelum masehi. Dokumen ini sekarang disimpan di University of Leipzig. Untuk mengingat seorang ahli tentang Mesir, berkebangsaan Jerman bernama Georg Ebers, yang menemukan dokumen tsb dikuburan suatu “mummy” dan menerjemahkannya sebagain selama setengah dari akhir abad kesembilan belas. Sejak saat itu banyak orang berpartisipasi dalam mnerjemahkan dokumenn tsb yang tidak mudah dilakukannya, dan walaupun mereka tidak mencapai kata sepakat dalam pengertiannya, hampir tidak disangsikan  bahwa sampai tahun 1550 sebelum masehi, Bangsa Mesir masih menggunakan obat-obatan serupa dan bentuk sediaannya masih dipakai sampai sekarang.
            Isi dari Papyrus Ebers, terutama formula-formula obat dengan menguraikan lebih dari 800 formula atau resep dan disamping itu disebutkan juga sekitar 700 obat-obatan yang berbeda. Obat-obatan tersebut terutama berasal dari tumbuh-tumbuhan walaupun tercatat juga obat-obatan yang berasal dari mineral dan hewan. Obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sampai sekarang masih dipakai antara lain, seperti akasia, biji jarak (castor) dan anisi, disebut bersama-sama dengan yang berasal dari mineral seperti besi oksida, natrium bikarbonat, natrium klorida dan sulfur. Hasil eksresi dari binatang juga dipakai sebagai obat dalam terapi.
            Pada saat itu bahan pembawa yang dipakai untuk sediaan adalah bir, anggur, susu, dan madu. Banyak sediaan farmasi yang mengandung 2 lusin atau lebih zat yang berbeda, yang kemudian disebut sebagai suatu bentuk sediaan “polypharmacal”. Lumpang, penggiling tangan, ayakan dan timbangan biasa digunakan oleh orang mesir dalam membuat suppositoria, obat kumur, pil, obat hisap, troches, lotio, salep mata, plester, dan enema.

PENGANTAR PANDANGAN ILMIAH

            Sepanjang sejarah banyak yang memberikan sumbangan pemikiran untuk kemajuan ilmu kesehatan, yang dapat dicatat diantara mereka yang jenius dan kreativitasnya mempunyai pengaruh revolusioner terhadap perkembangan farmasi dan kedokteran adalah Hippocrates (460-370 SM), Dioscorides (abad ke-1 setelah masehi), Galen (130-200 SM) dan Paracelsus (1493-1543 setelah masehi).

HIPPOCRATES adalah seorang dokter Yunani yang dihargai karena memperkenalkan farmasi dan kedokteran secara ilmiah. Dia menerangkan obat secara rasional dan menyusun sistematika pengetahuan kedokteran serta meletakkan pekerjaan kedokteran pada suatu etik yang tinggi.. Pemikirannya tentang etika dan ilmu kedokteran baik yang ditulisnya sendiri maupun penerusnya, serta konsep dari pandangannya disusun dalam bentuk sumpah “Hippocrates”, yang merupakan tata cara dan prilaku untuk profesi penyembuhan. Hasil pekerjaannya termasuk uraian dari beratus-ratus obat-obatan dan pada masa itu timbul istilah farmakon, diartikan sebagai obat yang dimurnikan hanya untuk tujuan kebaikan melebihi dari arti terdahulu yaitu sebagai guna-guna atau obat untuk kebaikan atau kejahatan. Berdasarkan kerjanya sebagai pelopor dalam ilmu kedokteran dan ajarannya yang memberikan inspirasi serta falsafahnya yang sudah maju merupakan bagian ilmu kedokteran modern. Hippocrates diberi penghargaan yang tinggi dan disebut sebagai “Bapak dari ilmu kedokteran”.

DIOSCORIDES seorang dokter Yunani yang juga sebagai ahli botani, merupakan orang pertama yang menggunakan ilmu tumbuh-tumbuhan sebagai ilmu farmasi terapan. Hasil karyanya De Materia Medica, dianggap sebagai awal dari pengembangan botani farmasi dan dalam penyelidikan bahan obat yang diperoleh secara alamiah. Ilmu dalam bidang ini sekarang dikenal sebagai farmakognosi, suatu istilah yang dibentuk dari dua kata Yunani, pharmakon adalah obat dan gnosis adalah pengetahuan. Banyak dari obat-obatan dibuat oleh Dioscorides, misalnya: aspidium, opium, ergot, hyoscyamus dan cinnamon, yang digunakan juga sebagai obat seperti sekarang. Uraiannya tentang cara pengenalan dan pengumpulan hasil obat alami, cara penyimpanan yang benar, dan cara mengenal pemalsuan atau pengotoran yang merupakan standard pada masa itu, serta menjadi kebutuhan utnuk pekerjaan selanjutnya dan merupakan petunjuk untuk penyelidik yang akan datang.

GALEN seorang dokterdan ahli farmasi bangsa Yunani yang memperoleh kewarganegaraan Romawi, mengarahkan dalam menciptakan suatu sistem yang sempurna dari fisiologi, patologi dan pengobatan serta merumuskan doktrin yang diikuti selama 1500 tahun. Dia adalah pengarang yang paling  banyak karyanya pada zamannya maupun zaman lainnya dan telah mendapat penghargaan untuk 500 buku tentang kedokteran serta sekitar 250 buku lainnya tentang falsafah, hukum maupun tata bahasa. Karya tulisnya dalam ilmu kedokteran, termasuk uraian berbagai obat-obatan yang berasal dari alam dengan banyak sekali formula-formula obat dan cara mencampurnya. Dialah yang memulai pembuatan begitu banyak obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan mencampur atau meleburkan masing-masing bahan, dan sekarang ini bidang penyediaan farmasi sering dikaitkan sebagai “farmasi galenik”. Mungkin yang paling terkenal dari formulanya adalah antara lain untuk krim pendingin yang disebut Galen’s Cerats yang sangat mirip sekali dengan sediaan yang masih dipakai sampai sekarang.

Farmasi tetap merupakan suatu fungsi dari kedokteran, sampai meningkatnya jenis obat-obatan dan semakin rumit cara pembuatannya yang membutuhkan para ahli yang dapat mencurahkan segenap perhatiannya pada pekerjaan ini. Secara resmi farmasi terpisah dari kedokteran dinilai Frederick II untuk mengatur pekerjaan kefarmasian dibawah pemerintahannya yang disebut Two Sicilies. Dekritnya yang membagi 2 profesi tersebut dan mengakui bahwa farmasi membutuhkan ilmu, keterampilan, inisiatif dan tanggung jawab yang khusus, apabila diinginkan terjaminnya pengaturan yang memadai terhadap obat untuk manusia. Ahli farmasi terikat oleh sumpah untuk menyediakan obat-obatan yang bisa diandalkan dan mempunyai kualitas yang uniform sesuai dengan keahliannya. Bentuk eksploitasi apapun terhadap penderita melalui hubungan bisnis antara ahli farmasi dan dokter benar-benar dilarang. Antara waktu tersebut dan evolusi dari ilmu kimia sebagai suatu ilmu eksak, ilmu farmasi dan kimia bersatu hampir seperti ilmu farmasi dan kedokteran.
Mungkin tidak ada orang dalam sejarah yang mempunyai pengaruh secara revolusioner dalam bidang farmasi  dan kedokteran seperti Philippus Aureolus Theophrastus Bombastus Von Hohenheim, seorang dokter dan ahli kimia dari Swiss yang menyebut dirinya “Paracelcus”. Pengaruhnya sangat besar terhadap perubahan farmasi, dari suatu profesi yang berdasarkan pada ilmu kimia beberapa dari pengamatan kimianya sangat menakjubkan pada waktu itu dan untuk digunakan pada penemuan-penemuan berikutnya. Dia percaya bahwa dimungkinkan, menyiapkan bahan obat yang spesifik untuk digunakan dalam melawan setiap penyakit tertentu, dan memperkenalkan sejumlah besar zat kimia untuk dipakai sebagai obat internal. Sejumlah formula sebagai hasil karyanya, sejumlah dari nama-nama yang ditentukan dan sejumlah teori yang diajukan telah menjadi suatu bagian dari pekerjaan kefarmasian kita sehari-hari.

BUKU-BUKU STANDARD DALAM BIDANG FARMASI
1.      Farmakope Indonesia I, II, III, dan IV.
2.      Farmakope Amerika ( USP, National Formulary)
3.      British Pharmacopeia (BP)
4.      Pharmakopee Nederland
5.      Dll.

Tujuan Farmakope :
Untuk memilih diantara zat-zat yang mempunyai khasiat dalam pengobatan yang manfaatnya paling nyata dan paling dikenal, serta untuk membuat sediaan-sediaan dan campuran dari obat-obat tersebut, dimana khasiatnya dipakai untuk manfaat yang sebesar-besarnya.  Farmakope juga  harus membedakan  obat-obat dengan nama yang mudah dan jelas, sehingga diantara dokter dan apoteker tidak ada kekeliruan penafsiran dan keragu-raguan.

KETENTUAN UMUM
            Ketentuan dan Persyaratan Umum, untuk selanjutnya disebut “Ketentuan Umum”, menetapkan prosedur singkat pedoman dasar untuk penafsiran dan penerapan standard, pengujian, penetapan kadar dan spesifikasi lain dari Farmakope Indonesia dan menjelaskan perlunya  mengulang disemua bagian buku, persyaratan yang sering berhubungan.
            Jika dibuat pengecualian terhadap Ketentuan Umum, maka dalam monografi atau lampiran pengujian umum yang bersangkutan akan diungkapkan terlebih dahulu dan dijelaskan secara khusus tujuan atau maksud pengecualian tersebut. Untuk menekankan bahwa pengecualian seperti itu ada, Ketentuan  Umum menggunakan ungkapan “kecuali dinyatakan lain”. Jadi harus diterima sebagai kenyataan bahwa jika ada perbedaan dengan Ketentuan Umun, maka ungkapan kata-kata khusus dalam standard, pengujian, penetapan kadar dan spesifikasi lain tersebut bersifat mengikat. Begitu pula jika tidak ada kata-kata khusus yang bertentangan, maka berlaku Ketentuan Umum